Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Eksekusi Tanah - Delapan Warga dan Dua Polisi Tertembak

Kamis, 9 Desember 2010 | 09:16 WIB
Tribun Timur
                                                                      Ilustrasi korban bentrokan
PAMEKASAN, KOMPAS.com — Pelaksanaan eksekusi rumah di Desa Blaban, Kecamatan Batumarmar, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (8/12/2010), berakhir dengan tumpahnya darah. Tembakan peringatan polisi tak menyurutkan perlawanan penghuni rumah dan warga. Akibatnya, 8 warga tertembak dan 2 polisi juga tertembak rekan sendiri.

Eksekusi sekitar pukul 09.30 WIB terhadap tanah dan empat rumah yang ditempati Bu Tonah dan anaknya itu dilakukan juru sita Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan dengan kawalan puluhan aparat Brimob dan Polres Pamekasan.

“Eksekusi berlangsung ricuh karena orang yang mengklaim sebagai pemilik tetap bertahan di dalam rumah dan melakukan perlawanan,” kata Kasat Reskrim Polres Pamekasan AKP Mohammad Nur Amin.

Delapan warga yang terluka tembak terdiri dari anak dan cucu Bu Tonah serta kerabatnya. Kedelapan korban kini dirawat di RSD Pamekasan, yakni Samsuri (44), luka di betis kiri; Jauhari (55), luka paha kiri dan betis; H Rahman (55), luka di sekitar mata kanan dan paha kiri; Armoyo (43), luka lengan kanan; Siman (40), luka lengan kiri; Slamet (35), luka betis kiri dan kaki kiri; Sofyan (22, cucu Bu Tonah), luka paha kiri; dan Rahmat (38), luka paha kanan.

Adapun dua polisi yang terkena peluru nyasar adalah Kasat Narkoba Polres Pamekasan AKP Sarpan tertembak di betis kanan dan anggota Reskrim Brigadir Eko Darmawan tertembak pahanya.

Menurut korban Rahmat, dirinya tak menyangka polisi memuntahkan peluru. “Meski senjata mengarah ke atas, beberapa peluru ada yang mengenai tembok teras rumah dan memantul ke arah kami yang jaga di teras,” papar Rahmat.

Berdasarkan keterangan di tempat kejadian, sebelum eksekusi, Kapolres AKBP Anjar Gunadi dan anggotanya, bersama juru sita PN, Sahrul, keluarga Halimah (penggugat) dan keluarga Bu Tonah (tergugat), serta Mohammad Juri, kuasa hukum Siman, mengadakan musyawarah di Kantor Kecamatan Batumarmar guna membahas eksekusi tanah seluas 3.000 meter persegi yang di atasnya berdiri empat rumah.

Rumah itu ditempati Bu Tonah, Slamet (anak bungsu Bu Tonah), Siman (keponakan Bu Tonah), Martonah (anak sulung Bu Tonah), serta Huliyah, yang terbaring selama delapan tahun karena menderita lumpuh.

Setelah musyawarah, rombongan ke lokasi yang terletak di sebelah kantor kecamatan, berhadapan dengan lapangan bola, untuk melaksanakan eksekusi. Pada saat sama di teras rumah Bu Tonah berdiri puluhan warga siap menghadang eksekusi. Begitu juga di dekat lapangan bola, ratusan massa laki-laki dan perempuan sudah berkumpul. Mereka memberikan dukungan kepada keluarga Bu Tonah.

Melihat hal itu, juru sita tak terpengaruh. Ketika juru sita hendak membacakan penetapan eksekusi, Slamet menghampiri Kapolres. Anak bungsu Bu Tonah ini bersujud memohon tak dilakukan eksekusi dengan alasan keluarganya tidak memiliki tempat tinggal lagi.

“Saya mohon, Pak. Kalau dieksekusi, kami mau tinggal di mana. Apalagi di rumah itu ada perempuan yang lumpuh,” kata Slamet.

Kapolres mundur sejenak untuk berembuk dengan juru sita. Setelah itu Kapolres dan juru sita menemui keluarga Bu Tonah dan menyatakan eksekusi tetap dilaksanakan dengan toleransi keluarga Bu Tonah akan mendapat bagian dari tanah itu.

Namun, Mohammad Juri, kuasa hukum Siman, keberatan. Hal terseb karena di tanah itu juga terdapat rumah milik Siman yang sudah bersertifikat dan tidak digugat di PN, namun juga akan dieksekusi. “Aturan hukum mana yang diterapkan, eksekusi terhadap separuh tanah,” kata Juri. (*)


Jalur penyelesaian yang tidak musyrawah mufakat!! Tidak seperti yang diajarkan bangku sekolah selama ini, kita selalu diajarkan untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah mufakat, tp pada kenyataannya banyak yang menyelesaikan masalh dengan kekerasan. Tidak sehrusnya pihak kepolosian melepaskan peluru hingga menelan korban seperti itu. dan harusnya kepolisian indonesia lebih di latih lagi dalam hal tembak menembak seperti itu, terbukti dengan peluru yang dilepaskan mengenai korban secra tidk sengaja. setelah memakan korban begini apa pertanggungjawabannya, hal tersebut tidak terlihat...
maslah sengketa tanah tersebut, jika memang penggugat mash berniat baik untuk memberikan sebagian tanahnya kepada pihak tergugat, harusnya masalahnya dapat terselesaikan dgn baik, tidak dengan kekerasan hingga memakan korban seperti ini. dan untuk pihak tergugat, jika memang itu bukan tanah milik mereka, harusnya merka tidak boleh yang ngotot mempertahankan wilayah tersebut. Semoga sengketa tanah ini akan segera terselesaikan tanpa memakan korban lagi. kita sebagai penganut negara demokrasi harusnya hal tersebut diterapkan dan di praktekan, jgn hanya menjadi suatu teori untuk diajarkan saja.  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Edric mengatakan...

kenapa dari awal ga dieksekusi? tunggu udah rame, baru deh main kekerasan. wah2..

Suyanti_yen mengatakan...

sejak awal sudah ad pembahasan diantara kedua belah pihak, mereka sudah melakukan musyrawah sebelumnya, tapi sayang na tidak ada jalan keluar yang baik, akhrnya pihak menggugat membawa pasukannya untuk mengeksekusi tergugat, dan tidak disangka polisi bis sampai meluncurkan tembakan nya dan sayang sekali tembakan nya itu meleset, nah itu tuh kecorobohan dari mereka..

Posting Komentar