Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Olimpiade Kreativitas Angka Siswa SD hingga Kakek-kakek Bersaing


JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ada pulpen dan kertas, apalagi kalkulator yang bisa dipakai. Hanya dengan mengenali pola keteraturan angka dan memakai cara menghitung metode horisontal (Metris), empat peserta yang masuk final dalam Olimpiade Kreativitas Angka (OKA) III di Kampus Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Sabtu (13/11/2010), bisa menikmati bermain-main dengan angka. 
Soal perkalian yang diajukan kepada peserta mulai dari angka yang mudah diingat semisal dengan mencari hasil dari 40404 pangkat dua hingga yang rumit seperti 2000002000002 x 1428571428571142857, nyatanya bisa dijawab kurang dari dua menit dari batas waktu yang diperkenankan panitia. Bhakan, dalam hitungan 10-30 detik, soal-soal hitungan itu dengan mudah diselesaikan peserta yang langsung menuliskan jawaban di laptop. 
Jason (15), yang keluar sebagai juara satu, terlihat menonjol merebut jawaban yang hanya mengandalkan perhitungan di kepalanya. Bahkan, Jason bisa menyapu bersih lima soal bonus yang tiap soal dihargai Rp 300.000. 
OKA yang dikemas layaknya kuis atau game itu begitu nyaman untuk dinikmati. Peserta kali ini ada 50 orang mulai dari siswa SD hingga kakek-kakek. 
OKA ini untuk melatih kreativita dengan menggunakan media angka. Kreativitas jenis ini akan obyektif karena dilihat dari hasilnya. 
"Angka tidak melulu untuk logika, tetapi bisa mengasah kreativitas. Kalau ini dikenalkan ke anak-anak, lama-lama mereka tidak takut dengan Matematika," kata Stephanus Ivan Goenawan, penemu Metris yang juga dosen Fakultas Teknik Universitas Atmajaya Jakarta. 
Metode horizontal ini merupakan metode perhitungan di mana proses penyelesaian dilakukan secara mendatar (horizontal) dari arah kanan menuju ke kiri. Bilangan desimal biasa dikonversi dengan notasi pagar (I).  
Kita harus membuat anak-anak senang dengan angka dulu. Saya kembangkan Metris untuk membantu perhitungan yang sederhana seperti cara vertikal yang dikenal orang. Terus, saya kembangkan untuk bermain-main sehingga angka bisa jadi hiburan, jelas Ivan.
Stephanus mengatakan peserta awalnya dibagi dua kategori yakni pelajar (SD-SMA) dan umum (mahasiswa, karyawan, profesional, dll). Ketika di babak final, bisa saja siswa SD bertarung dengan kakak kelas atau orang dewasa, termasuk kakek-kakek.
Edwin (65), yang memang suka mengutak-atik angka, sudah dua tahun berturut-turut mendaftar jadi peserta OKA. Lumayan, kali ini bisa masuk semifinal, ujar Edwin yang berkompetisi dengan anak SMP dan SMA.
Ivan mengatakan metode menghitung Metris perlu terus diperkenalkan kepada guru dan siswa. "Saya berharap anak-anak kita kuat dalam menghitung. Saya mau terus memeprkenalkan Metris dengan mengembangkan hal-hal baru. terutama dengan menggunakan angka sebagai kreativitas," ujar Ivan yang menulis soal Metris dalam beberapa buku.
Penemuan ilmu hitung Metris ini sudah masuk dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai penemu ilmu hitung metris merupakan penyempurnaan ilmu hitung tradisional. Selain itu, masuk dalam Daftar 102 Inovasi Paling Prospektif 2010, Penyempurnaan Ilmu Hitung di Dunia via Metode Horisontal (Metris) versi Business Inovation Center yang dibentuk Kementerian Negara Riset dan teknologi.

Suatu olimpiade yg sangat menarik!!!
dengan adanya olimpiade ini, menunjukkan bahwa kemampuan otak manusia tidak kalah jauh dgn kecanggihan teknologi yg ada. nyatana ada yang mampu menghitung dengan cepat tanpa ada nya bantuan seperti kalkulator, alat tulis, maupun kertas. di jaman yang modern dengan teknologi yg canggih justru ada dampak negatif bagi kita semua, misalnya hal2 mendasar seperti menghitung secara manual menjadi terabaikan. ada baiknya kita pelajari terlbih dahulu perhitungan secara manual barulah mempelajri teknologi yang ada. Ada kenyataan bahwa seorang murid sma saja tidak tau bagaimana cara membagi secara manual, dan itu dapat terjadi krn terbiasa dgn adnya alat bantu kalkulator. jd olimpiade dan teknik belajar menghitung seperti diatas harus lah di perluas agar anak2 dapat menajdi lebih cerdas lg.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ditertibkan, Eh... Malah Datang Lagi

Selasa, 2 November 2010 | 22:36 WIB

Pedagang menjajakan karpet berkualitas dengan harga terjangkau di Pasar Gembrong, Jakarta Timur, Sabtu (21/8/2010).

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya Kecamatan Jatinegara menertibkan 50 pedagang karpet di sepanjang Jl Basuki Rahmat, Cipinangbesar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, selalu berujung dengan kembalinya pedagang ke lokasi yang telah ditertibkan tersebut.

Sikap nekat pedagang yang seolah menantang penertiban yang dilakukan pihak kecamatan, juga dapat dilihat dari semakin banyaknya pedagang karpet. Bahkan, jika saat penertiban beberapa waktu lalu hanya 33 pedagang, saat ini jumlahnya telah mencapai sekitar 50 pedagang.

Kondisi ini berdampak buruk pada lalu lintas di Jl Basuki Rahmat. Akibatnya, hampir setiap hari wilayah tersebut dilanda kemacetan. “Sebelumnya jalur ini sudah lancar, karena pedagang karpet berkurang setelah dilakukan penertiban. Tapi karena tidak adanya penjagaan dari petugas, pedagang kembali marak dan jalur ini kembali macet,” kata Yanti (31) warga Pedati, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (2/11/2010).

Yanti berharap, pihak terkait melakukan penjagaan di sepanjang jalur tersebut agar pedagang tidak berani lagi berjualan di pinggir jalan. Karena efek yang ditimbulkan sangat mengganggu, utamanya bagi pengguna jalan. ”Kalau lokasi itu dijaga oleh petugas, tentunya pedagang tidak berani jualan,” tambahnya.

Camat Jatinegara, Andri Yansyah mengatakan, pihaknya sudah sering menertibkan para penjual karpet. Namun pedagang tersebut tidak kunjung jera. ”Kita sudah seringkali lakukan penertiban, tapi mereka memang bandel. Karena itu kami akan koordinasikan dengan pihak kelurahan setempat untuk lebih mengintensifkan patroli di kawasan itu,” katanya.





Terkadang warga Indonesia memang sulit diatur...tanpa adanya petugas merka akan kemblai beraksi padahl tindakan merka itu akn mempengaruhi jalan na lalu lintas, bahkan dapat menyebabkan kecelkaan. salah satu penyelesaian lainnya adalah dengan cara membangun tempat khusus bagi merka untuk berjualan agar tidak berdagang di tepi jalan seperti itu lagi, namun sekarang apakah pemerintah mau mengeluarkan biaya seperti itu demi masyarkatnya???
dan bagi para pedagang tersebut hendaknya mereka sadar bhawa tindakn merka dapat merugikan org laen. dan seandainya ada didirikan tempat khusus bagi merka, diharapkan merka akan dapat mengikuti peraturan yang ada unutk berdagng di sepanjang jalan seperti itu, selain dapat membahyakan dan menganggu lalu lintas jalan, hal terserbut jg akan menghilangkan keindahan yang ada...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS